Sebuah penelitian yang menyoroti narasi penyebaran prasangka buruk terhadap etnis Rohingya di media sosial, juga mengungkap cara kerja penyebar disinformasi yang diduga terorganisir.
Berikut adalah hal-hal yang perlu Anda ketahui untuk mengetahui konteks hasutan kebencian terhadap etnis Rohingya.
Kenapa Rohingya ditolak?
Para komentator di media sosial menolak Rohingya karena menganggap mereka ancaman. Khawatir jadi beban negara, punya perilaku buruk, memicu kriminalitas, membuat negara sendiri di Indonesia, dan memicu kesenjangan sosial.
BBC mengambil nukilan komentar dari berita terbaru saat gerombolan mahasiswa mengintimidasi pengungsi Rohingya di Kota Banda Aceh pada Rabu (27/12) silam.
Per 1 Januari 2024, berita ini telah menuai lebih dari 2.000 komentar pro dan kontra.
Sejumlah alasan menolak Rohingya dirangkum sebagai berikut:
- Rohingya akan merebut tanah Aceh seperti kasus Israel-Palestina.
- Jadi beban anggaran negara.
- Rohingya menuntut lokasi pengungsian yang layak.
- Jorok dan kotor, kerap buang air besar sembarang.
- Membuang makanan.
- Imigran gelap masuk secara ilegal tanpa visa dan identitas yang jelas.
Selain itu, ada komentar menulis keberadaan etnis Rohingya di Aceh akan membuat kesenjangan sosial.
“Indonesia masih banyak yang hidup di garis kemiskinan, kok imigran gelap dikasihani,” tulis seorang warganet.
Pada umumnya, mereka yang kontra memulai dengan kalimat: “Saya tidak anti terhadap pengungsi, dan membantu warga negara lain. Namun…”
Dan, ini akan diikuti dengan alasan-alasan lanjutan – meskipun tidak sedikit yang secara langsung melakukan tuduhan negatif.
Dari persoalan ini, BBC berupaya untuk mengklasifikasikannya menjadi: khawatir jadi beban anggaran negara, kriminalitas, pendudukan wilayah, imigran gelap dan membuat kesenjangan sosial. Berikut adalah fakta-faktanya:
Apakah Pengungsi Rohingya membebani anggaran negara?
Tidak.
Pemerintah tidak punya anggaran untuk pengungsi Rohingya.
“Ini kan nggak ada [alokasi anggarannya] di APBN, nggak ada di pemda [APBD], dia masuk ke daerah-daerah pemda nggak punya anggaran,“ kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD., Kamis (14/12/2023).
Dalam hal ini, pemerintah hanya menyediakan lokasi penampungan sementara apa yang disebut Mahfud MD sebagai “demi kemanusiaan“.
Kebutuhan hidup sehari-hari pengungsi atau pencari suaka di Indonesia – bukan hanya Rohingya – ditanggung oleh Badan Pengungsi PBB, UNHCR.
“Setiap biaya, kebutuhan pengungsi yang ada itu akan di-cover, atau ditanggung oleh UNCHR dan mitra-mitra kerja… Sama sekali tidak menggunakan pendanaan dari negara, atau APBN/APBD,” kata Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Mitra Salima Suryono, Kamis (28/12/2023).
Dana UNHCR ini berasal, salah satunya dari donasi masyarakat, lembaga atau swasta.
Apakah pengungsi Rohingya melakukan tindak kriminalitas?
Faktanya, beberapa pengungsi Etnis Rohingya di Indonesia terlibat kasus perdagangan manusia atau penyelundupan manusia, kabur dari penampungan, dan dugaan pelecehan seksual.
Seluruh kasus ini telah ditangani polisi. Artinya mereka yang terlibat kasus-kasus ini telah diproses secara hukum.
Bagaimanapun, kasus-kasus kriminalitas ini dijadikan alasan sebagian orang menolak keberadaan pengungsi.
Mirisnya, kejahatan sejumlah orang dipukul rata jadi kesalahan dan hukuman seluruh etnis Rohingya, kata Koordiantor KontraS Aceh, Azharul Husna.
“Kalau lah satu orang melakuan kejahatan, nampaknya tidak adil kalau kita timpakan kesalahan itu terhadap semua orang,“ katanya.
Rohingya minta tanah di Aceh, memang bisa seperti kasus Israel-Palestina?
Buktinya, pengungsi dan pencari suaka yang ditampung di Indonesia lebih dari satu dekade tak satupun yang punya rumah atau pulau pribadi.
Berdasarkan laporan UNHCR jumlah pengungsi yang ada di Indonesia per 2022 sebanyak 12.616 orang yang kebanyakan berasal dari Afghanistan (55%), Somalia (10%), dan Myanmar (6%).
- Status hukum Rohingya di Indonesia
Pertanyaan ini juga akan menyinggung status hukum pengungsi di Indonesia, termasuk Rohingya.
Secara sederhana, pengungsi atau refugee diidentifikasi sebagai seseorang yang mengungsi dari negara asalnya dikarenakan ancaman nyata berupa diskriminasi, persekusi, dan kekerasan karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotan di dalam kelompok tertentu, dan pendapat politiknya.
Pengungsi Rohingya dianggap memenuhi kriteria ini menurut UNCHR.
Para pengungsi umumnya mencari perlindungan dari negara-negara yang meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967.
Indonesia tidak meratifikasi konvensi tersebut. Artinya, Indonesia bisa saja menolak memberi perlindungan terhadap pengungsi.
Namun, dalam pelbagai kesempatan, pemerintah mengatakan bersedia menampung sementara pengungsi Rohingya atas dasar kemanusiaan.
Dengan status dan kondisi ini, hampir mustahil pengungsi Rohingya punya KTP Indonesia, sekalipun mereka menikah dengan WNI. Syaratnya ketat, termasuk harus punya pekerjaan dan penghasilan tetap.
Apakah semua etnis Rohingya berkelakuan buruk?
Etnis Rohingya disebut dalam komentar media sosial sebagai jorok, karena buang air sembarang.
Koordinator KontraS, Azharul Husna tak menampik hal tersebut. Tapi sekali lagi, ini kasus yang tak bisa dipukul rata pada semuanya.
“Itu satu-dua saja kasusnya,” katanya.
Lagi pula, tambah Husna, etnis Rohingnya memiliki latar belakang sebagai kelompok yang teraniaya dan sepanjang hidup berada dalam pelarian.
Sejumlah penampungan pengungsi tak cukup memberikan pendidikan kebersihan lingkungan, fasilitas MCK dan kesehatan.
“Ini karena situasi, bagaimana orang dididik dengan situasi,” katanya.
Selain itu, ada juga polemik makanan yang dibuang pengungsi.
Termasuk video yang menunjukkan seorang pengungsi membuang bantuan di laut, saat ada upaya sebagian warga mendorong kembali kapal mereka.